Beberapa masjid tak menyediakan jasa penyimpanan sepatu. Kalau pun ada, tempat yang tersedia pun tak mencukupi, sehingga jamaah lebih suka menyimpan sepatu dan sendalnya sendiri. Kehadiran para penjual kantong kresek di saatsaat ini, merupakan pertolongan sangat berharga.
Ibu lima orang anak bernama Atikah, tiga kali sepekan berangkat dari Stasiun Citayam, Kabupaten Bogor menuju Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Berangkat dari rumahnya dengan menumpang kereta api listrik ekonomi yang berangkat paling pagi menuju Jakarta dan pulang dengan kereta paling malam kembali menuju Bogor. Dia ke Istiqlal bukan ingin mendengar pengajian ustadz kondang atau sekadar jalan-jalan seperti masyarakat lainnya, tapi untuk mengais rezeki dengan menjual kantong kresek kepada para jamaah Masjid Istiqlal.
"Semua keuntungan hasil penjualan kantong kresek saya gunakan untuk biaya sekolah anak-anak," kata Bu Atikah, yang tak mau menyebut umurnya. “Kadang-kadang anak pertama saya, MelaH ikut berjualan Aqua di Masjid Istiqlal untuk menambah pemasukan keluarga,”
tambahnya. Mela, si sulung sekarang berusia 12 tahun.
Kalau lagi ramai, Bu Atikah bisa mengantongi omset Rp 40 ribu setelah dikurangi modal kantong kresek Rp 10 ribu. Ketika ditanya bagaimana awalnya berjualan kantong kresek di Masjid Istiqlal, wanita asal Sindang Laut, Cirebon tampak sedikit malu. Tiga bulan yang lalu, rumah tempat dia dan keluarganya mengontrak ludes terbakar. Kebakaran yang terjadi akibat hubungan pendek arus listrik di kontrakan tetangganya ini menghabiskan seluruh harta benda miliknya.
"Untung, anak-anak bisa diselamatkan. Tetapi semua harta-benda serta surat-surat berharga tidak dapat terselamatkan. Bahkan anak saya Agung (5) ketika mau masuk TK kemarin tidak punya seragam karena semuanya sudah habis terbakar," kenangnya. Singkat cerita, Atikah sekeluarga tidak punya tempat untuk tidur. Dia pergi ke Istiqlal untuk numpang tidur beberapa malam, karena dia lihat banyak orang yang melakukan hal yang sama.
Namun ketika bertemu petugas keamanan Masjid Istiqlal, Bu Atikah disarankan untuk berjualan kantong kresek yang banyak dibutuhkan oleh jamaah masjid. Akhirnya, sejak saat itu dia meng asong kantong kresek 3 kali sepekan.
Yusron (41), suaminya adalah seorang kenek angkot jurusan Tanjung Priok-Cililitan. Penghasilannya tak menentu. Per hari kadang-kadang cuma Rp 25 ribu. “Itu juga kadang pulang ke kontrakan kadang tidak, karena setorannya tidak cukup untuk biaya hidup di rumah,” jelas Atikah tampak muram.
Walaupun hasil dari berjualan kantong kresek tak banyak dan saingan semakin hari semakin bertambah, Atikah tetap bersyukur. Syukurnya kian bertambah ketika anaknya Sela --sekarang duduk di kelas 4 SD-- mendapatkan rangking di sekolah. Hal ini menambah semangatnya untuk memberikan yang terbaik buat pendidikan anak-anaknya.
Atikah berharap bisa tetap berjualan kantong kresek sehingga bisa tetap menyekolahkan anak-anaknya dan membayar uang kontrakan. Kadang-kadang dia terpaksa berutang ke sana-ke mari kalau uang kontrakan sudah jatuh tempo. Namun begitu, Atikah tetap yakin, Allah SWT akan mendengarkan doa-doanya.