Duka Untuk Negeri

Bencana kembali mengoyak negeri ini, Peduli Sosial Remaja pun kembali bertindak. Penggalangan dana segera dilakukan di Unit-unit Peduli Sosial Remaja. Peduli Sosial Remaja pun berhasil menggalang dana lebih dari Rp 47.300.000,-, dalam kurun waktu kurang dari lima hari hanya di duan unit Peduli Sosial Remaja, yakni PSR 42 sebesar 35 juta dan PSR 14 sebesar Rp 12.300.000,-.

Idul Adha di Merapi

Ada yang berbeda dalam perayaan Idul Adha 1431 H kali ini di Jogja. Bukan hanya karena perbedaan hari Idul Adha. Namun juga karena Jogja baru saja di guncang bencana meletusnya gunung Merapi. Dalam perayaan penyembelihan hewan kurban pun cukup unik. Karena yang berebut daging kurban justru bukan para korbannya. Namun justru relawan dari lingkungan warga sekitar.

Sekolah Ceria

Ada satu ketakutan besar yang dirasakan oleh anak-anak pengungsi merapi. Bagaimana tidak, kejadian letusan Merapi itu masih teringat jelas dan terekam dalam diri anak-anak para korban. Walau pun tanda-tanda trauma hiling belum jua nampak, Kami tidak begitu saja diam. Kami pun membuat Sekolah Ceria untuk menghibur anak-anak pengungsi. Selain berfungsi untuk belajar karena sekolah mereka masih diliburkan.

JK Sedih Lihat Mahasiswa Minta-minta untuk Merapi

"Saya sedih melihat Merapi. Mana mahasiswanya? Di sana (lokasi bencana) memang banyak. Tetapi di luar, banyak mahasiswa (minta sumbangan) pakai kotak-kotak. Cara ini mengajak mengemis."

Featured posts

Lorem Ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry. Lorem Ipsum has been the industry's standard dummy text ever since the 1500s, when an unknown printer took a galley of type and scrambled it ...

Dalam Pengembangan

Mohon maaf, website ini sedang dalam pengembangan


DEPOK--MICOM: "Saya sedih melihat Merapi. Mana mahasiswanya? Di sana (lokasi bencana) memang banyak. Tetapi di luar, banyak mahasiswa (minta sumbangan) pakai kotak-kotak. Cara ini mengajak mengemis." 

Itulah penuturan Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Jusuf Kalla di hadapan peserta kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada Senin siang (8/11) di Depok. Sindiran itu sempat membuat seisi ruangan terdiam. 

JK pun cepat-cepat menambahkan, "Ya, saya harap yang di ruangan ini tidak begitu. Janganlah berbuat begitu," ujarnya. 

Bantuan dan pertolongan untuk korban bencana, kata JK, seharusnya bisa dilakukan dengan cara yang lebih kreatif dan inovatif. "Niat mahasiswa itu harus dengan cara inovasi, membuat sesuatu. Misalnya melukis atau membuat baju kaos, topi, stiker bergambar Merapi, lalu dijual ke kantor-kantor. Itu kreatif. Jangan bilang hei, hei, sini sumbang-sumbang. Itu mengajar mental pengemis. Banyak cara lain yang bisa dilakukan," ujarnya. 

JK meminta agar para mahasiswa menanamkan cara kerja dengan otak dan otot sekaligus. Begitu halnya yang dilakukan JK semasa menjadi aktivis HMI 56 tahun silam. 

"Saya persis 56 tahun lalu masuk HMI. Untuk mencari uang, kami menjual karcis bioskop. Jadi mencari uang dengan cara-cara yang lebih baik. HMI mengajar kita semangat berusaha," tegasnya. (OL-5)



Berbeda dengan suasana Idul Adha di tahun-tahun sebelumnya.



Arbi A Wijaya

Arbi A Wijaya




Arbi A Wijaya

Bismillahirrahmanirrahim, 

Sahabatku,
bagaimana kabarmu di Indonesia?
Bukankah disana begitu mudahnya menghafal quran, dengan ribuan masjid yang berdiri kokoh
ah.. kami disini masih belum bisa merasakan keamanan seperti di negerimu
Tapi.. alhamdulillah.. Bunda kami disini
mendidik kami menjadi para penghafal quran
beberapa dari kami bahkan hafal quran di usia belasan tahun

Oh ya.. 
Katanya di negerimu berdiri universitas-universitas dengan segudang ilmu
disini.. gedung-gedung universitas, bahkan sekolah seringkali dihancurkan oleh tentara Israel
tapi alhamdulillah...
banyak dari kami yang bahkan Cumlaude walau situasi mencekam
tidak jarang.. kamp-kamp pengungsian jadi tempat belajar kami
dan dengan pertolongan Allah
kami adalah negara terbesar dengan penduduk yang bergelar Doktor (S3)

Ngomong-ngomong..
Para pemuda di negerimu sekarang sedang asyik apa sih..
pasti sedang giat belajar dan mempersiapkan diri menjadi para pemimpin bangsa yang bertakwa..
Saluut deh...
kami disini, setiap hari menyaksikan kekejian yang dilakukan para zionis
Dentuman bom menjadi sarapan pagi
desingan peluru menjadi senandung siang hari
Oh ya.. katanya di negerimu para pemuda ketagihan 'game peperangan' ya ??
disini aja, lebih asyik
Kami dan beberapa remaja setiap hari bermain 
sambil berjihad melempari tank-tank biadab dengan batu-batu
yang mau menghancurkan rumah kami dengan paksa

Oh ya.. katanya
kau sering berjam-jam ada di depan komputer untuk internetan ya??
untuk belajar kan ?
Wah.. aku ingin banget.. karena dari sana wawasan dan ilmuku bertambah
Tapi alhamdulillah, akupun disini banyak belajar mengamalkan satu persatu Ayat Al-quran
mengkaji hadist dan menjaga ayah, ibu serta adik-adikku..

Salam ya.. buat ayah dan ibu, serta adik kakakmu
jaga dan muliakan mereka
selagi masih ada..

Beberapa hari yang lalu, ayahku ditembak mati oleh para zionis
empat hari kemudian adikku yang masih Sekolah Dasar
terkena desingan peluru biadab Israel itu
aku menyesal tidak bisa menjaga mereka dengan baik
Sekarang, aku menjadi imam menggantikan ayahku

Akan kukerahkan segenap jiwa dan raga untuk menjaga ibu, beserta adik-adikku yang masih hidup
Untuk Allah Aku berjuang, atas dasar kemanusiaan aku melawan
dan...
atas nama kesucian cinta ku sampaikan padamu
Ana Uhibbukum fillah...


Saudara yang sangat mencintaimu karena Allah
Di tanah suci para Nabi
Pelestina


Originally Written By : Setia Furqon Kholid.


Sahabat, sekarang mari kita koreksi diri kita sendiri. Telah seberapa besarkah kita berkorban untuk menolong sesama??? Seberapa besarkah pengorbanan kita???
BUKAN!!!

BUKAN untuk orang lain!!!
Tapi orang-orang terdekat kita!!!
ORANG TUA KITA!!!!
Sahabat Kita!!!!
Atau mungkin Saudara-saudara KITA!!!

Dari REPUBLIKA.CO.ID, PADANG

Di antara pembaca mungkin ada yang merasa sesak tinggal di rumah tipe 36. Atau mungkin mulai cemas dengan kehadiran buah hati kedua dan ketiga karena terbayang rumah akan menjadi sempit dan penuh sesak. Sebelum mengeluh dan protes, patutlah kita tahu bahwa di Sumatera Barat sana, ada sebuah keluarga dhuafa, yang tinggal di sebuah rumah sempit nan kecil, dengan 13 orang penghuni di dalamnya. Satu orang di antaranya menderita penyakit saraf akut.

Dia tinggal Kota Padang, Sumatera Barat, tepatnya ke Kelurahan Air Tawar Barat, Kecamatan Padang Utara. Di sekitar tempat ini masih banyak terlihat sisa-sisa musibah gempa September 2009 lalu. Rumah yang setengah miring, reruntuhan yang masih berserakan dan tenda-tenda lusuh yang di antaranya masih dihuni. Dengan pantai yang hanya berjarak selemparan batu dari sini, ancaman tsunami juga kerap membayangi warga setempat.

“Saya asli Payakumbuh. Sudah menetap di sini selama 45 tahun,” tutur Yusman (59) yang saat ditemui sedang duduk bersama dua cucunya di depan rumah papannya. Sehari-hari Yusman adalah nelayan yang biasa melaut di Pantai Patenggang, tak jauh dari rumahnya. Tergantung hasil tangkapan, Yusman kadang bisa menjual ikan senilai Rp 50 ribu dan kemudian segera habis untuk dimakan bersama istrinya, Elinar (42) dan 11 anggota keluarganya yang lain.

Yusman mengaku masih sering kesusahan walaupun dua anaknya yang laki-laki telah membantunya bekerja, masing-masing sebagai buruh bangunan dan tukang ojek. “Barang-barang kebutuhan semua mahal. Sementara penghasilan naik-turun tergantung nasib hari itu,” ujarnya berkaca-kaca ketika ditanya bagaimana rasanya menanggung hidup begitu banyak orang.

Kesedihan Yusman semakin bertambah karena anak keduanya, Susi (26), sudah 15 tahun terakhir mengidap “sakit saraf” yang tak kunjung membaik. “Anak kedua saya perempuan. Dulu dia sekolah, tapi sering pusing dan akhirnya akalnya tidak berjalan normal,” Yusman terdiam sejenak. “Sekarang saya pasrah, Susi hanya tinggal di rumah dengan adik-adiknya.”

Namun demikian, Yusman tidak lantas berdiam diri. Ketika ada kabar bahwa Dompet Dhuafa Singgalang membuka program STF (Social Trust Fund), Yusman segera mendaftar. Dan, setelah beberapa kali survei, Yusman dinyatakan layak meneriman bantuan modal Rp 1 juta untuk usaha.

“Alhamdulillah, saya sekarang dapat bantuan. Saya membuat becak motor untuk berjualan jajanan dan kopi. Istri saya yang dagang, biasanya ke daerah sekitar IKIP Padang (Universitas Negeri Padang) yang banyak mahasiswa,” katanya. Ketika ditanya apa cita-citanya, Yusman hanya menjawab lirih, “Anak saya yang sakit menjadi sehat dan saya bisa makan sekeluarga sehari-hari.

Dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA

Kantong kresek mungkin benda yang tampak sepele bagi sebagian besar orang. Namun bagi sebagian jamaah di beberapa masjid besar --termasuk Masjid Istiqlal-- kantong yang terbuat dari bahan plastik ini adalah benda yang sangat diperlukan untuk menyimpan sendal, sepatu, atau tas.

Beberapa masjid tak menyediakan jasa penyimpanan sepatu. Kalau pun ada, tempat yang tersedia pun tak mencukupi, sehingga jamaah lebih suka menyimpan sepatu dan sendalnya sendiri. Kehadiran para penjual kantong kresek di saatsaat ini, merupakan pertolongan sangat berharga.

Ibu lima orang anak bernama Atikah, tiga kali sepekan berangkat dari Stasiun Citayam, Kabupaten Bogor menuju Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat. Berangkat dari rumahnya dengan menumpang kereta api listrik ekonomi yang berangkat paling pagi menuju Jakarta dan pulang dengan kereta paling malam kembali menuju Bogor. Dia ke Istiqlal bukan ingin mendengar pengajian ustadz kondang atau sekadar jalan-jalan seperti masyarakat lainnya, tapi untuk mengais rezeki dengan menjual kantong kresek kepada para jamaah Masjid Istiqlal.

"Semua keuntungan hasil penjualan kantong kresek saya gunakan untuk biaya sekolah anak-anak," kata Bu Atikah, yang tak mau menyebut umurnya. “Kadang-kadang anak pertama saya, MelaH ikut berjualan Aqua di Masjid Istiqlal untuk menambah pemasukan keluarga,”
tambahnya. Mela, si sulung sekarang berusia 12 tahun.

Kalau lagi ramai, Bu Atikah bisa mengantongi omset Rp 40 ribu setelah dikurangi modal kantong kresek Rp 10 ribu. Ketika ditanya bagaimana awalnya berjualan kantong kresek di Masjid Istiqlal, wanita asal Sindang Laut, Cirebon tampak sedikit malu. Tiga bulan yang lalu, rumah tempat dia dan keluarganya mengontrak ludes terbakar. Kebakaran yang terjadi akibat hubungan pendek arus listrik di kontrakan tetangganya ini menghabiskan seluruh harta benda miliknya.

"Untung, anak-anak bisa diselamatkan. Tetapi semua harta-benda serta surat-surat berharga tidak dapat terselamatkan. Bahkan anak saya Agung (5) ketika mau masuk TK kemarin tidak punya seragam karena semuanya sudah habis terbakar," kenangnya. Singkat cerita, Atikah sekeluarga tidak punya tempat untuk tidur. Dia pergi ke Istiqlal untuk numpang tidur beberapa malam, karena dia lihat banyak orang yang melakukan hal yang sama. 

Namun ketika bertemu petugas keamanan Masjid Istiqlal, Bu Atikah disarankan untuk berjualan kantong kresek yang banyak dibutuhkan oleh jamaah masjid. Akhirnya, sejak saat itu dia meng asong kantong kresek 3 kali sepekan.

Yusron (41), suaminya adalah seorang kenek angkot jurusan Tanjung Priok-Cililitan. Penghasilannya tak menentu. Per hari kadang-kadang cuma Rp 25 ribu. “Itu juga kadang pulang ke kontrakan kadang tidak, karena setorannya tidak cukup untuk biaya hidup di rumah,” jelas Atikah tampak muram.

Walaupun hasil dari berjualan kantong kresek tak banyak dan saingan semakin hari semakin bertambah, Atikah tetap bersyukur. Syukurnya kian bertambah ketika anaknya Sela --sekarang duduk di kelas 4 SD-- mendapatkan rangking di sekolah. Hal ini menambah semangatnya untuk memberikan yang terbaik buat pendidikan anak-anaknya. 

Atikah berharap bisa tetap berjualan kantong kresek sehingga bisa tetap menyekolahkan anak-anaknya dan membayar uang kontrakan. Kadang-kadang dia terpaksa berutang ke sana-ke mari kalau uang kontrakan sudah jatuh tempo. Namun begitu, Atikah tetap yakin, Allah SWT akan mendengarkan doa-doanya.

Dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA

Sekitar 12 persen atau 30 juta penduduk Indonesia memiliki kecerdasannya di atas rata-rata. Angka ini sangat tinggi, jika dibandingkan dengan  Singapura, Malaysia, Vietnam, Thailand, Filipina, dan Australia.

Hal ini disampaikan pakar fisika Indonesia, Yohanes Surya, akhir pekan lalu. Sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia yang memiliki 27.5 juta siswa SD, lanjut dia, sebanyak 3,5 juta siswa SD kecerdasannya juga di atas rata-rata.

Buktinya, dalam ajang kompetisi internasional, seperti Asia Physics Olympiad (AphO) dan International Physics Olympiade (IPh0) tim Indonesia sudah mengumpulkan 90 medali dan penghargaan sejak kompetisi dimulai 1993. ''Bahkan Indonesia juara dunia pada pelaksanaan IPh0 XXXVIII,'' jelas  Yohanes.

Sanny Djohan dari Kuark Indonesia mengatakan, kecintaan anak Indonesia, terutama yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, pada dunia sains harus dipupuk sejak dini. Komik Sains kuark, lanjut dia, bisa menjadi pendamping belajar.

Komik ini dibuat berdasarkan panduan kompetisi dasar Kementerian Pendikkan Nasional. Diharapkan dengan olimpiade dan melalui komik sains anak-anak Indonesia mampu belajar secara mandiri dengan sedikit pendampingan orangtua. ''Sehingga akan sangat memudahkan anak-anak ini memahami konsep IPA secara utuh dan terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari,'' tegas Sanny.

Dari REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA

Program pemerintah dalam mengurangi angka kemiskinan kembali dipertanyakan. Meski terjadi penurunan angka kemiskinan antara Maret 2010 dibandingkan dengan Maret 2009 namun penurunan tersebut cenderung mengalami perlambatan.

Data Badan Pusat Statisitik (BPS) mengungkapkan jumlah pendukuk miskin (pengeluaran perkapita dibawah garis angka kemiskinan) pada Maret 2010 mencapai 31,02 juta (13,33 persen). Angka ini hanya turun 1,51 juta dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang sebesar 32,53 juta (14,15 persen).

Padahal jika melihat penurunan pada Maret 2009 dibandingkan dengan Maret 2008 terjadi penurunan angka kemiskinan sebesar 2,43 juta orang. "Penurunan pada tahun ini memang lebih rendah. Faktanya menunjukan ada perlambatan," ujar Kepala Badan Pusat Statitik Rusman Heriawan, Kamis (1/7).

Menurut Rusman banyak faktor yang menyebabkan terjadi perlambatan itu. Sebut saja, program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pada 2008 sampai dengan 2009 ada program BLT sebagai bentuk pengalihan subsidi. Sehingga dari sisi pengeluaran kebutuhan masyarakat langsung terbantu. "Waktu itu kan masyarakat masih ada bantuan langsung," ucapnya.

Namun soal keberhasilan program pemerintah selama setahun terakhir dalam mengurangi angka kemiskinan Rusman enggan menjawab dengan tegas. Tapi, menurutnya, perlambatan ini harus bisa menjadi evaluasi bagi pemerintah.

Sebagai gambaran, pada tahun 2011 mendatang pemerintah menargetkan penurunan angka kemiskinan hingga menjadi antara 11,5 persen sampai 12,5 persen. Dengan adaya perlambatan ini, tugas pemerintah ke depan akan kian berat.

Volunter


Suported By :